Kamis, 06 November 2014

Muara teweh


Muara Teweh adalah ibukota kabupaten Barito Utara bagian dari provinsi Kalimantan Tengah. Penduduknya merupakan suku asli Dayak Tewoyan atau juga di sebut Dayak Taboyan, Dayak Bakumpai dan Dayak Maanyan, disamping pendatang dari daerah lain. Adapun perhutanan, pertambangan batu bara dan emas serta perkebunan kelapa sawit dan karet adalah produk andalan dari kota Muara Teweh.
Di kota Muara Teweh pernah terdapat benteng peninggalan Belanda. Lokasinya dahulu terletak pada lokasi Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Barito Utara yang sekarang. Sebagai ibu kota Kabupaten, hingga sekitar menjelang tahun 1962 masih belum terdapat kendaraan roda empat di kota ini. Transportasi darat di dalam kota biasanya dilakukan dengan menggunakan sepeda roda dua sebagai alternatif berjalan kaki. Sedangkan hubungan transportasi dengan kota-kota lain disekitarnya, umumnya dengan memanfaatkan transportasi sungai, melalui sungai Barito. Di pinggiran sungai Barito ini dapat pula terlihat rumah-rumah apung yang dalam bahasa setempat disebut rumah lanting. Kendaraan roda 4 baru masuk di kota ini sekitar tahun 1962, di mulai dengan hadirnya 1 buah mobil jeep (Gaz) dan 1 buah truck, kendaraan dinas yang dimiliki oleh militer.

 Dari persfektif rumpun bahasa Dusun Barito, maka asal nama kota Tumbang Tiwei yang kemudian berubah menjadi Muara Teweh, dapat disimpulkan sebagai berikut:
  • Dalam komunitas Suku Bayan Dusun Pepas, disebut Nangei Tiwei (Nangei=Tumbang,Muara; Tiwei=Ikan Seluang Tiwei).
  • Pada komunikasi Suku Bayan Bintang Ninggi, disebut Nangei Musini (Nangei Musini=Muara Musini).
  • Pada Komunitas Suku Dusun Taboyan Malawaken, disebut Ulung Tiwei (Ulung Tiwei=Muara Tiwei, di mana Ulung Tiwei ini merupakan rumpun bahasa sebelah Timur/Mahakam. Misalnya, Ulung Ngiram disingkat Long Ngiram, jadi Ulung Tiwei disingkat Long Tiwei).
  • Pada komunitas Dusun Bakumpai/Kapuas, disebutkan Tumbang Tiwei (Tumbang Tiwei=Muara Tiwei, yang kemudian oleh kolonial Belanda dimelayukan menjadi Muara Teweh).
  • Lebih Jauh, penyebutan nama kota Muara Teweh yang berasal dari kata Tumbang Tiweitersebut tampaknya sejalan adanya suku-suku Dusun Barito Utara, seperti dikutip dari buku“Kalimantan Membangun Alam dan Kebudayaan”, karya Tjilik Riwut (Mantan Gubernur Kalimantan Tengah). 

Demikianlah, asal-usul nama kota Muara teweh dan jenis Suku Dusun Barito Utara. Kendatipun sama Dusunnya dan sama Dayaknya, akan tetapi Belanda malah membedakan sebutan Suku Dusun Baritodan Suku Dusun Kapuas-Kahayan. Suku Dusun Barito yang berdiam di Tanah Dusun (Doesen Landen), disebutnya Dusun Barito, Sedangkan Suku Dusun yang berdiam di Kapuas -Kahayan, disebutnya Dayak Kapuas Kahayan. Tak jelas, apa makna dan tendensi dari penyebutan mana yang berbeda tersebut.
Pada masa lalu, banyak rumah betang sebagai tempat tinggal komunitas penduduk barito utara. Diantaranya rumah betang Lebo Lalatung Tour, Pendreh, Bintang Ninggi, Lemo, Lebo Tanjung Layen, Butong, Lanjas, Nihan, Papar Pujung dan Konut Tanah Siang (Mukeri Inas, et.al ;2004).
Rumah Betang dan komunitas penduduk yang menjadi dasar cikal-bakal bagi komunitas Muara Teweh, yakni Juking Hara dan Tanjung Layen dengan beberapa ciri pertanda peninggalan sejarahnya masing-masing. Juking Hara dan daerah sekitarnya adalah tempat dikuburkannya Tumenggung Mangkusari, tempat peristiwa Bukit Bendera dan Kuburan Belanda serta tempat didirikannya benteng belanda untuk pertama kalinya Tahun 1865.
 
 Sedangkan Lebo Tanjung Layen (Lebo Tanjung Kupang) tempat kedudukan kota Muara Tewehsekarang, yakni di sekitar Masjid Jami Muara Teweh, dengan sungai Kupang yaitu sungai yang membelah Simpang Merdeka dan Simpang Perwira yang ada hingga saat ini.

Posisi Kabupaten Barito Utara pada 114° 27’ 00” – 115° 49’ 00” Bujur Timur dan 0° 58’ 30” Lintang Utara – 1° 26’ 00” Lintang Selatan.
Wilayah Barito Utara meliputi pedalaman daerah aliran Sungai Barito yang terletak pada ketinggian sekitar 200-1.730 m dari permukaan laut. Bagian selatan merupakan dataran rendah dan bagian utara merupakan dataran tinggi dan pegunungan.
Potensi terbesar kawasan ini ada pada sektor kehutanan, pertambangan (batubara dan emas), sedangkan untuk sektor perkebunan adalah kelapa sawit dan karet. Sektor kehutanan dan perkebunan karet sudah cukup lama turut menyumbang pemasukan bagi negara sedangkan sektor pertambangan seperti tambang emas juga memberi andil yang cukup besar. Tambang batu bara dan perkebunan kelapa sawit saat ini sudah mulai berproduksi yang nantinya diharapkan dapat memberikan pemasukan yang cukup besar bagi negara dan daerah.

Jumlah penduduk Kabupaten Barito Utara sekitar 120.607 jiwa dengan klasifikasi 62.439 laki-laki dan 58.168 perempuan serta jumlah Rumah Tangga sebanyak 30.445 KK (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010).

3 komentar:

  1. Pernah ulun batama lawan salah satu tetau kampung jambu.. ulun pernah batakun lawan sidin.. jar ulun kenapa kota kita sekarang di sebut muara teweh .. ujar sidin si kai tetua kampung jambu td..dahulu di muara sungai barito banyak rotan yang ditambatkan di lanting lanting warga sebagai bertanda bahwa rotan itu untuk di jual.. jadi orang banjar sering beli rotan di lanting2 warga tersebut..kadang pembeli yg belum pernah ke muara teweh sering bertanya kepada warga disekitar lanting untuk bertanya di manakah warga yg sering jual rotan..

    Kadang orang banjarpun sedikit2 bisa bahasa bakumpai dgn sering bertanya kepada warga "si kueh uluh jual uwei" (dimana orang jual rotan)lalu warga sering menjawab dgn pertanyaan itu." Te uwe" (itu rotannya)

    Singkat cerita "te uwe" itu td berubah menjadi "te weh / teweh" karna keseringannya orang banjar mendengar dari mulut kemulut..apabila orang banjaryg lain ingin bertanya dgn orang banjarlainnya "di mana nukar pekat" maka orang banjar lainnya menjawab di teweh..jadilah muara teweh karna dulunya dimuara sungai teweh itu banyak orang yg jual rotan..jadi kata teweh itu..bukan dari nama ikan..melainkan asal muasalnya nama rotan yg bahasa bakumpainya "uwei"

    "Te uwe" menjadi "teweh" trims

    BalasHapus
    Balasan
    1. @Muhamad Zakir :Salah lain kaitu kisahnya,ida kakate ji bujur eh,dia kalute je katutu ah,puang kairu kisah ni.

      Yang benar ialah TUMBANG TIWEI/MUARA TIWEI yg oleh lidah pendatang lebih familiar dengan TEWE yg sdh dimelayukan belanda
      BUKU LITERATUR/SEJARAH nya ada berdasar saksi hidup dari para tokoh yg mengerti dan faham asal muasal ceritanya

      Hapus
  2. Pernah ulun batamu lawan salah satu tetua kampung jambu.. ulun pernah batakun lawan sidin.. jar ulun kenapa kota kita sekarang di sebut muara teweh .. ujar sidin si kai tetua kampung jambu td..dahulu di muara sungai barito banyak rotan yang ditambatkan di lanting lanting warga sebagai bertanda bahwa rotan itu untuk di jual.. jadi orang banjar sering beli rotan di lanting2 warga tersebut..kadang pembeli yg belum pernah ke muara teweh sering bertanya kepada warga disekitar lanting untuk bertanya di manakah warga yg sering jual rotan..

    Kadang orang banjarpun sedikit2 bisa bahasa bakumpai dgn sering bertanya kepada warga "si kueh uluh jual uwei" (dimana orang jual rotan)lalu warga sering menjawab dgn pertanyaan itu." Te uwe" (itu rotannya)

    Singkat cerita "te uwe" itu td berubah menjadi "te weh / teweh" karna keseringannya orang banjar mendengar dari mulut kemulut..apabila orang banjaryg lain ingin bertanya dgn orang banjarlainnya "di mana nukar pekat" maka orang banjar lainnya menjawab di teweh..jadilah muara teweh karna dulunya dimuara sungai teweh itu banyak orang yg jual rotan..jadi kata teweh itu..bukan dari nama ikan..melainkan asal muasalnya nama rotan yg bahasa bakumpainya "uwei"

    "Te uwe" menjadi "teweh" trims

    BalasHapus